Posted on

Masa tua tak lagi sama

Pak iman begitu dihargai di lingkungannya. Ia merupakan nelayan senior yang sudah berlayar kemana-mana. Sudah ada 10 desa pesisir yang sudah disinggahi untuk hidup berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Ia menghabiskan waktunya sebagai nelayan dan mencari ikan. Ia berpindah-pindah untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Namun nyatanya ia sudah berkelana kemanapun tetap saja nasibnya tidak kunjung mendapatkan perubahan. Tetap pas-pasan dan tetap terus melalui hal-hal yang sama. Dulu pak iman pernah mendapatkan bos yang enak dalam memberikan bantuan dan tidak semena-mena. Namun bos nya harus pindah pulang ke kampung halamannya dan usaha pengepul ikan miliknya di pegang oleh saudaranya yang mempunyai perlakuan berbeda dari pak bos ia sebelumnya. 

Sini usia pak iman sudah semakin tua, anak-anaknya sudah besar-besar dan memiliki keluarga baru. Pekerjaan anak-anaknya pun sama berprofesi sebagai nelayan juga. Ada yang pindah ke daerah lain dan ada pula yang masih tinggal satu atap dengannya. Berprofesi sebagai nelayan adalah pilihan pak iman untuk bertahan hidup bersama istrinya. Begitu pula anak-anak yang masih hidup pas-pasan. Tidak ada pilihan lain untuk ia harus berhenti melaut meskipun usianya sudah sangat tua. Pak iman sudah menginjak umur 68 tahun saat ini. Namun ia terlihat masih  begitu kuat secara fisik karena sudah biasa bekerja keras saat melaut bahkan ia sudah terbiasa menerjang hujan dan badai di lautan. Namun sesungguhnya jiwanya sudah renta. Pak iman sudah sering batuk-batuk dan merasakan sakit kepala karena darah tinggi yang dideritanya. Tapi setiap hari pak iman berusaha menahan itu semua dengan menganggap ini cuman sakit biasa, dan tetap pergi melaut. 

Terlihat pucat pasih dan letih di wajahnya, demi menyambung hidup ia harus terus bekerja untuk anak cucu nya supaya bisa aman dan dapat tercukupi segala kebutuhannya di tengah-tengah harga barang yang semakin lama semakin naik ini. Belum lagi biaya sekolah juga semakin mahal. Istri pak iman pun juga sudah sama, ia biasanya dulu buat pengolahan ikan untuk jadi makanan lauk pauk untuk acara nikahan ataupun selamatan lainnya. Hanya saja semenjak sudah renta istri pak iman sudah tidak kuat lagi duduk lama-lama dan terkena asap kayu bakar untuk memasak lama-lama, jadi banyak orderan yang sering ditolak olehnya. Rendahnya tingkat kesejahteraan nelayan membuat nelayan harus terus bekerja tanpa stop untuk menghidupi dirinya dan keluarga. Begitulah kondisi yang menimpa nelayan yang sudah lanjut usia seperti pak iman. Tidak ada kata pensiun sebagai nelayan. 

Masalah ini menjadikan masalah yang tidak ada solusinya jika kesejahteraan nelayan tidak ditingkatkan. Dengan ini aplikasi nelayan dari Ledgernow hadir untuk meningkatkan perekonomian nelayan agar nelayan dapat tumbuh menjadi nelayan yang mandiri dengan pendapatan yang lebih optimal. Untuk tau lebih lengkap mengenai Ledgernow silahkan kunjungi link berikut https://www.ledgernow.com/. Untuk mempersiapkan para nelayan dapat produktif di masa tuanya pureheart akan membantu memberikan keahlian berupa pelatihan kepada keluarga nelayan agar dapat produktif membuat olahan makanan dari ikan. Dan juga mengajarkan nelayan untuk bisa scale up bisnis menjadi pengepul, dsb. Untuk tau lebih detail mengenai pureheart silahkan kunjungi link berikut. https://pureheart.ledgernow.com/

Posted on

Memancing sampah di lautan

Pak Jajang adalah seorang nelayan yang hidup di salah satu kampung pesisir di pulau Sulawesi. Ia mengadu nasib sebagai seorang nelayan untuk menghidupi anak-istrinya. Ia tinggal di kampung pesisir yang mayoritas masyarakatnya memang bekerja sebagai nelayan. Pak jajang merupakan nelayan pancing yang mencari ikan kerapu di laut yang berterumbu karang. Pak jajang memilih untuk memancing ikan kerapu karena nilai jual nya cukup tinggi. Ikan kerapu bisa dihargai hingga 130.000-150.000/kg nya. Itupun tergantung jenis-jenisnya lagi. Ada beberapa jenis kerapu yang bisa di bandrol dengan harga yang lebih tinggi. Desa ini memang terkenal memiliki banyak sekali jenis ikan kerapu yang hidup di dalamnya. Sehingga itulah yang membuat pak jajang bertahan dan sudah nyaman menjadi nelayan pancing kerapu, 3-5 ekor ikan yang ia dapat sudah sebanding dengan harga banyak ikan yang ia dapat menggunakan bubu. 

Setiap harinya pak Jajang pergi melaut selama 2 hari dan beristirahat di rumah selama 1 hari. Begitulah seterusnya kehidupan pak jajang sebagai seorang nelayan. Hari itu pak jajang pergi melaut seperti biasa dengan membawa pancingan, senter, umpan, dan persediaan makanan untuk dua hari selama ia di laut. Saat sampai di tengah laut ia mulai mengulurkan mata pancingnya dan umpan yang sudah ia persiapkan. Sembari ia menunggu umpannya dimakan oleh ikan ia mulai memutarkan radio. Langit sudah mulai redup dan matahari terlihat sudah mulai terbenam dan meninggalkan secercah cahaya yang semakin lama semakin hilang. Baru satu ikan yang berhasil ditangkap pak jajang. “ikan-ikan masih pada tidur siang kali yah” pikirnya dalam hati. Tidak lama ia menaikkan  mata pancingnya dan kagetnya ia bahwa ada kantong plastik yang menyangkut mata pancingnya. “wajar saja umpannya tidak kemakan, ternyata ada plastik ini yang menutupi” gerutu pak Jajang. Ia pun melepaskan plastik itu dari mata pancingnya. 

Beberapa bulan belakang pak Jajang memang sudah sering mendapatkan plastik yang menempel di mata pancingnya. Hal ini sudah membuatnya semakin terganggu karena itu menyebabkan semakin sedikit ikan yang ia bisa dapatkan. Tidak lama kemudian ia merasa pancingnya begitu berat, ia segera mengangkat pancingannya dan betapa kagetnya ia melihat ada sebongkah kaleng, kawat dan plastik-plastik yang nyangkut di mata pancingnya. lagi lagi ia menggerutu mengapa begitu banyak barang-barang tidak berguna ini di laut, yang menyebabkan ia kesulitan memancing dan mendapatkan ikan. Saat ia lepaskan kaleng itu tidak sengaja ia melihat kalengnya, tertulis ‘Pantai Manado’, tiba-tiba ia teringat dengan ikan kaleng yang dibawa saudaranya dari manado saat mampir ke rumahnya satu tahun yang lalu. Kalengnya terlihat sama persis dan ia berfikir apakah itu kaleng yang ia buang satu tahun lalu.

Saat pulang ke rumah pak Jajang membawa 2 ikan hasil pancingannya. Istrinya pun menanyakan kemana ikan yang lainnya, tiba-tiba pak Jajang menunjukkan tumpukan kaleng dan plastik-plastik yang ada di kapalnya sembari mengatakan “ikannya sudah berganti dengan sampah-sampah itu”. Dengan heran istri pak Jajang melihat sampah-sampah itu dan membuangnya ke tempat sampah. Sampah-sampah memang sedang berbagi ruang dengan makhluk di lautan. Bahkan tidak disangka kita bisa berjumpa lagi dengan sampah yang sudah kita buang bertahun-tahun yang lalu di lautan. Alhasil hal ini menyebabkan rusaknya ekosistem bawah laut. Terumbu karang yang menjadi habitat ikan-ikan terumbu menjadi rusak dan ikan mulai berpindah dan mencari tempat baru. Namun kemana mereka akan mendapatkan habitat yang baru jika seluruh lautan di Indonesia menunjukkan kondisi yang sama. 

Aplikasi nelayan dari Ledgernow akan turut membantu nelayan untuk dapat merubah pola pikir dan kebiasaan mereka agar dapat menjaga kekayaan laut mereka dengan menjaga kebersihan dan lingkungan. Sehingga ekosistem laut tidak terganggu dengan sampah-sampah yang mereka buang sembarangan. Selain itu nelayan juga akan disediakan kapal yang lebih besar sehingga nelayan dapat menangkap ikan yang lebih banyak. Untuk tau lebih lanjut mengenai Ledgernow bisa kunjungi link berikut https://www.ledgernow.com/

Posted on

Nelayan Sebagai Penggerak Ekonomi Lautan

Profesi nelayan merupakan salah satu mata pencaharian yang paling banyak digeluti di Indonesia, seperti yang kita semua ketahui bahwa negara kita Indonesia sebagian besar terdiri dari pulau-pulau serta lautan yang terbentang luas dari Sabang sampai Merauke. Banyak nelayan yang menggantungkan kehidupannya di lautan dan mereka semua bekerja dengan giat untuk menangkap ikan serta hasil laut lainnya yang kemudian mereka bisa langsung menjualnya untuk mendapatkan uang demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, karena sekarang ini masih banyak nelayan yang terbelakang dalam hal edukasi pemasaran ikan, membuat para nelayan ini hanya bisa menjual ikan hasil tangkapannya ke para tengkulak dan tentunya dengan harga yang murah juga karena biasanya sebagai timbal balik untuk tengkulak tersebut yang telah memberikan mereka modal untuk melaut. Tentunya hal ini sangat menyulitkan mereka, maka tak heran masih banyak nelayan yang hidupnya kurang sejahtera walau sejatinya mereka adalah penggerak perekonomian di sektor lautan.

Namaku Rudi dan saat ini aku sedang berkuliah di salah satu universitas terkenal di Sulawesi. Karena sedang bertepatan dengan liburan kuliah maka aku pulang ke tempat tinggalku di salah satu desa di Sulawesi, desaku ini berdekatan dengan desa-desa yang berada di pesisir pantai walaupun harus menempuh jarak beberapa kilo untuk sampai kesana.

Ketika aku sedang menonton televisi aku melihat berita tentang kurangnya kesejahteraan di desa nelayan. Karena sangat heran, aku pun bertanya kepada ibuku mengapa hal itu bisa terjadi.

“Ibu, kenapa ya desa-desa nelayan itu bisa kurang sejahtera?” Tanyaku kepada ibu.

“Yaa sepengetahuan ibu mayoritas sistem penjualan disana masih mempergunakan tengkulak sebagai penadah ikan-ikan mereka sebelum dijual di pasar dan hal itu lah yang membuat mereka kurang sejahtera.”

“Hah, tengkulak maksudnya gimana?” Tanyaku keheranan.

“Sini Ibu jelaskan. Karena para tengkulak ini mempunyai modal kapal serta persediaan melaut maka mereka memberi modal kepada para nelayan itu agar nelayan-nelayan ini bisa melaut dan sebagai timbal baliknya setiap hasil tangkapan dari nelayan ini akan dikumpulkan oleh mereka dan kemudian mereka membayar hasil tangkapan tersebut dengan harga yang murah.”

“Wah jahat banget ya bu, apa tidak ada tindak lanjutnya?”

“Kamu tahu sendiri kan masyarakat nelayan rata-rata tidak teredukasi dengan baik, bahkan dari kecil ada yang langsung jadi nelayan untuk membantu orang tuanya. Makanya pendidikan bagi mereka hanyalah nomer sekian.” Jelas ibuku.

Aku pun hanya bisa mengerutkan dahi melihat pemandangan seperti itu, aku pun bertekad untuk membantu mereka demi mencapai kesejahteraan dan kali ini kuajak beberapa temanku untuk membantuku merealisasikan hal ini. Aku bersama Yusuf dan Henri mulai memikirkan cara untuk membantu para nelayan ini, kami pun mencari informasi-informasi di internet apakah ada sesuatu yang bisa mempermudah mereka serta membuat mereka sejahtera. Sampai kemudian Henri menemukan informasi tentang aplikasi nelayan dari Ledgernow yang dimana dapat mempermudah nelayan dalam kinerjanya. Kami bertiga pun langsung berencana mengedukasikannya kepada masyarakat nelayan di desa dekat desa kami beberapa hari kemudian. Ternyata aplikasi yang menggunakan teknologi Blockchain ini bisa membuat segala data menjadi terintegrasi dalam satu sistem dan akan membuat kinerja para nelayan menjadi lebih mudah. Beberapa hari kemudian pun kami bertiga sepakat pergi ke desa nelayan untuk mengedukasi mereka tentang aplikasi ini, tanpa disangka para nelayan ini sangat tertarik dengan penggunaan aplikasi ini. Melalui aplikasi ini, mereka akan difasilitasi Collecting Ship di setiap pelabuhan untuk menjemput hasil tangkapannya, sehingga tidak perlu capek-capek untuk pulang pergi untuk menyetor hasil tangkapan. Mereka pun bisa menjual ikannya disana secara langsung dan tidak harus melalui para tengkulak lagi. Informasi selengkapnya https://ledgernow.com/

Seiring berjalannya waktu para nelayan ini akhirnya bisa menerapkan aplikasi ini dalam pekerjaan mereka, tentunya dengan kemudahan seperti melihat laporan laut serta titik-titik lokasi yang ikan, lalu pengaturan perencanaan dalam melaut serta mengurus perizinan kapal pun bisa dimudahkan dengan adanya aplikasi ini. Para nelayan ini bisa lebih produktif dan bisa meraup keuntungan lebih banyak lagi karena sudah bebas dari cengkraman tengkulak, kami pun senang melihat hal itu dan dengan begini status mereka sebagai penggerak ekonomi di lautan bukan hanya wacana saja.

Posted on

Pengepul “Sekarang kita bersinergi tidak lagi bersaing”

Pak Sudrajat seorang pengepul ikan cakalang. Ia mempunyai anggota nelayan 15 orang, para nelayan tersebut diberikan pinjaman untuk membeli kapal dan bahan oleh pak Sudrajat, nelayan diberikan kemudahan untuk mencicil dalam membayarnya. Setiap nelayan yang mendapatkan pinjaman itu harus menjadi anggota nelayan yang berhak menyetorkan hasil tangkapannya ke pak Sudrajat. Ada 100 lebih pengepul cakalang di kampung ini karena cakalang memang sumberdaya terbanyak yang berada di desa pesisir ini. Setiap pengepul pasti mempunyai anggota nelayan yang harus menyetorkan ikannya kepada mereka. Hal ini menciptakan banyak gesekan antar pengepul karena mereka saling bersaing untuk mendapatkan loyalitas para nelayan kepada mereka. Pengepul saling memberi iming-iming kepada nelayan agar ia mendapatkan sebanyak-banyaknya anggota nelayan. Dari modal yang besar serta tawaran harga beli yang tinggi menjadi iming-iming agar nelayan mau bergabung dan loyal kepada mereka. 

Pak Sudrajat salah satu yang memiliki anggota sedikit dibandingkan yang lain, karena keterbatasannya dalam permodalan membuat ia tidak bisa mengajak nelayan sebanyak yang lain. Tapi pak Sudrajat terus mengutamakan kenyamanan nelayan-nelayannya. Misalnya dengan keterbukaan jika ada keperluan-keperluan mendesak dan pak Sudrajat sering mengundang nelayan-nelayan beserta keluarganya untuk makan/-makan di rumahnya sebagai apresiasi kepada anggota nelayannya yang sudah gigih dan rajin melaut. Kenyamanan yang diciptakan pak Sudrajat kepada nelayannya menjadi pembicaraan antar nelayan cakalang. Banyak nelayan yang jadi ingin ikut bergabung menjadi anggota pak Sudrajat, karena bagi mereka yang tersulit adalah mencari bos yang bisa membuat nyaman bukan bos yang bisa seenaknya mentang-mentang mereka yang punya modal. 

Tiba-tiba saat itu rumah pak Sudrajat sudah ramai dan ada cukup banyak nelayan-nelayan yang bukan dari anggotanya yang menjual ikan kepadanya. Melihat semakin hari semakin banyak saja nelayan-nelayan baru yang menjual ikan kepadanya, tiba-tiba keesokan hari tampak berbeda. Terlihat sangat sepi nelayan yang mampir ke rumahnya. Ternyata terdengar kabar bahwa pak agung pengepul terkaya di desa itu menaikkan harga beli cakalang hingga 50%. Sontak pengepul cakalang lainnya berbondong-bondong ke rumah pak agung dan terjadilah keributan disana. “jangan seenaknya dong, mentang-mentang anda punya banyak uang seenak itu merusak harga” “kami ini pengepul kecil, jangan ganggu harga beli kami” “anda sengaja membuat nelayan kami lari dan menjual ke anda,  dasar orang kaya rakus” terdengar begitu banyak celotehan para pengepul menuntut pak Agung untuk kembali menurunkan harga pasar seperti semula. 

Nelayan memang selalu bersifat oportunis walaupun mereka sudah bergabung menjadi anggota salah satu pengepul, tidak menutup kemungkinan jika ia juga bisa menjual ke pengepul yang lain jika pengepul lain memberikan harga beli yang lebih mahal. Itulah kerasnya kehidupan para pelaku perikanan yang saling sikut menyikut. Bahkan anggota nelayan pak Sudrajat yang sudah dikiranya akan setia pun tetap berpaling jika ada pengepul lain yang memberikan harga lebih mahal. Itu adalah keadaan yang sudah biasa terjadi antar nelayan dan pengepul. Kondisi seperti ini lambat laun akan mengancam ekosistem para pelaku sektor perikanan jika mereka tidak mampu menciptakan kerja sama satu sama lain untuk keuntungan yang lebih besar. Oleh sebab itu aplikasi nelayan dari Ledgernow akan membuat setiap pelaku bisnis perikanan dan nelayan saling berkolaborasi untuk keuntungan yang sebesar-besarnya dan berkeadilan. Para pengepul akan difasilitasi collecting boat untuk menjemput ikan-ikan nelayan di tengah laut yang digunakan secara bersama-sama menjemput ikan dari satu kapal ke kapal lainnya. Untuk tau lebih lengkap mengenai ledgernow silahkan cek link berikut https://www.ledgernow.com/.

Posted on

Overfishing menekan nelayan kecil

Sore itu di pinggir pantai terlihat pak Yahya sedang berada di atas kapal birunya mengarah ke daratan. Satu persatu ikannya ia pindahkan ke ember dan menggotongnya ke rumah pengepul untuk di jual. Tak lama pak Ari dan pak Tanu juga terlihat membawa kapalnya menuju pulang namun tampaknya tidak ada satu ikan pun yang dikeluarkan dari kapalnya. Penampakkan memang terlihat sedikit berbeda. Biasanya para nelayan pulang tidak secepat ini apalagi cuaca pun terlihat cukup bagus untuk pergi melaut yang biasanya nelayan bisa dapat banyak ikan. 

“bbboooommmmmm” Tidak lama terdengar suara ledakan yang cukup membuat kaget. “suara apa ini?” bisikku dalam hati. apa ada kompor meledak di rumah nelayan? Aku pun membuat berbagai dugaan. Aku melihat ke kiri dan ke kanan terlihat tidak ada rumah nelayan yang sedang ramai seperti sedang ada insiden di dalamnya. “bbbboooooooommmm” tidak lama suara itu terdengar lagi. Rasanya suara ini baru sekali aku mendengarnya. Dan tidak ada orang lain di sekitarku yang bisa aku tanyakan. Tiba-tiba aku berpikir apakah ini alarm akan terjadinya tsunami. Tapi jika iya kenapa tidak ada terlihat orang-orang ramai keluar rumah untuk menyelamatkan diri. Sungguh aneh, setiap hipotesaku tidak terdukung oleh keadaan yang seperti tidak terjadi apa-apa. 

Tak lama aku melihat pak Udan mengarah ke daratan dengan kapal kuningnya yang bergambarkan tulisan-tulisan aksara jawa yang aku tidak mengerti apa artinya. Ya, pak Udan memang nelayan yang asli dari jawa dengan logat jawa yang masih begitu jelas terdengar. Melihat aku berdiri di pinggir pantai, Pak udan pun melambai-lambaikan tangannya kepada ku seperti menyapa. Aku pun langsung menunggu pak udan sampai ke pinggir partai. Aku membantu pak udan yang mengangkat ikannya. Saat itu embernya terlihat tidak penuh seperti biasanya. Aku pun bertanya “kenapa pulang sore, tumben banget pak”. “iya ikannya udah gak ada yah ngapain lagi kita mincing” ujar pak udan dengan santainya. “oh iya tadi bapak dengar suara ledakan gitu gak?, aku kira ada kompor warga yang meledak tapi kayak tidak terlihat sedang terjadi apa-apa disini” kataku penasaran. “itu sih suara bom mas, emang gak ada terjadi apa-apa disini, kan yang di bom di tengah laut itu” kata pak udan. “bom apa itu pak” tanyaku agak kaget. “akhir-akhir ini banyak kapal besar yang terlihat di lautan, katanya sih dari perusahaan apa gitu saya tidak ingat, nah kita aneh juga kenapa ikan jadi sepi di musim-musim kayak gini. Ternyata mereka menangkap ikannya menggunakan bom mas, jadi dapat ikannya langsung banyak. Cuman yah itu ikan-ikan kecil juga jadi ikut mati” kata pak udan menjelaskan. 

Pak udan mengatakan kapal-kapal dari perusahaan memang sering berada di kampung ini sejak dulu cuman memang tidak setiap saat. Saat seperti itu nelayan konvensional memang sulit mendapatkan ikan karena ikannya sudah diambil semua dan bisa beberapa bulan kedepan ikan pun gak ada karena ikan-ikan kecil pun ikut mati dan tidak bereproduksi lagi. Berdasarkan informasi dari pak udan, dulu perusahaan-perusahaan ini sempat dimarahi oleh pemerintah disini, tetapi tidak tau kenapa satu per satu masih tetap ada yang beroperasi seperti ini.  Berkembangnya teknologi menjadi cara baru setiap orang dapat beraktifitas dan menjalani bisnisnya menjadi lebih produktif. Khususnya perusahaan-perusahaan besar yang memiliki modal besar. Bukan tidak mungkin apapun bisa mereka lakukan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Tapi apakah benar itu digunakan untuk meningkatkan produktifitas atau malah menjadi exploitasi semata. Dengan ini aplikasi nelayan dari Ledgernow mengajak nelayan untuk dapat meningkatkan produktifitas tanpa mengekploitasi sumber daya laut dengan cara-cara yang tak wajar. Dengan ini mereka akan dapat memerangi perusahaan-perusahaan pengebom itu untuk menangkap ikan sesuai aturan yang sudah diberikan seperti yang mereka lakukan. Untuk tau lebih lengkap mengenai ledgernow silahkan cek link berikut https://www.ledgernow.com/.

Pak Udan merupakan nelayan muda yang begitu dihormati di kampung pesisir ini. Pak udan sudah melaut sejak usianya 10 tahun dan saat ini ia sudah melaut sekitar 35 tahun. Fisik pak udan terlihat masih begitu kuat karena sudah terbiasa bertarung dengan badai dan ombak dilautan yang membuat fisik pak Udan tidak seperti orang yang sudah tua. Saat itu kenyataan membawanya untuk harus beristirahat total di rumah, saat mengantarkan anaknya ke kota menggunakan motor pak Udan terjatuh dari motor dan kakinya mengalami cidera tulang. Sebagai seorang kepala keluarga, kondisi seperti ini sangat menyulitkan karena jika tidak melaut, ia dan keluarga tidak bisa mendapatkan uang, sedangkan anak laki-lakinya masih kecil kecil dan belum bisa pergi melaut. Anak nya yang pertama adalah perempuan yang tidak mungkin pergi melaut. Saat kondisi seperti ini, Pureheart akan membantu untuk memberdayakan wanita-wanita dan ibu rumah tangga untuk bisa mengolah ikan atau hasil laut lainnya untuk dijadikan makanan ringan, atau olahan lainnya yang bisa dijual ke warung atau di distribusikan ke pasar-pasar. Pureheart turut membantu wanita pesisir menjadi mandiri dan mampu menopang ekonomi keluarga. Info selengkapnya  https://pureheart.ledgernow.com/